Minggu, 02 Oktober 2011

Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Lumpur Lapindo

Banyak harapan dari masyarakat yang dibebankan ke pundak SBY-Boediono. Salah satu harapan itu tentunya adalah penyelesaian persoalan lumpur Lapindo secara lebih adil. Sudah tiga tahun lebih semburan lumpur Lapindo muncul di Porong, Sidoarjo. Pemerintah telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus pidana Lapindo, dan disusul munculnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 14 Tahun 2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Namun, kedua kebijakan itu justru menjauhkan dari model penyelesaian secara adil dalam kasus lumpur Lapindo.

Bagaimana tidak, dengan keluarnya kedua kebijakan itu, tanggung jawab penanganan lumpur justru lebih banyak dibebankan kepada pemerintah. Adapun pihak Lapindo hanya diserahi tanggung jawab menyelesaikan jual-beli aset sesuai dengan peta wilayah yang terkena dampak pada 22 Maret 2007.

Dalam Perpres No. 40/2009 itu, persoalan ganti rugi pun secara legal kembali direduksi menjadi persoalan jual-beli aset. Kerugian warga karena menghirup udara beracun dan menggunakan air tercemar sejak muncul semburan lumpur Lapindo tiga tahun yang lalu tetap tidak pernah dianggap penting oleh pemerintah. Padahal warga Porong adalah warga negara Indonesia yang sah. Mereka pantas mendapat perlindungan dari negara.

Pertanyaan berikutnya tentu saja adalah, apakah kisah pilu korban Lapindo selama tiga tahun lebih itu kini mampu membuka mata hati pemegang kebijakan di pemerintah SBY jilid II kali ini. Apakah penderitaan warga Porong akan kembali dilanjutkan dalam lima tahun mendatang oleh pemerintah Presiden SBY? Pertanyaan itu pantas diajukan karena saat ini mulai muncul keraguan masyarakat terhadap pasangan SBY-Boediono dalam menyelesaikan kasus Lapindo. Menurut hasil survey LP3ES yang dipublikasikan di Jakarta (20 Oktober), 52 persen publik tidak yakin pasangan SBY-Boediono mampu menyelesaikan kasus lumpur Lapindo.

Namun, di tengah kegelapan selalu terpancar seberkas sinar dari sebuah lilin kecil, tak terkecuali dalam kasus lumpur Lapindo ini. Ada secercah harapan Presiden SBY untuk dapat menyelesaikan kasus Lapindo secara lebih adil dalam masa jabatan 2009-2014 mendatang.Pasalnya, dalam debat calon presiden pada pemilu presiden yang lalu, SBY telah berjanji untuk meninjau ulang model penyelesaian kasus Lapindo selama ini.

Setidaknya ada dua hal yang perlu ditinjau ulang agar kasus Lapindo dapat diselesaikan secara lebih adil. Pertama, pemerintah harus terlebih dulu berani meninjau ulang keyakinannya bahwa semburan lumpur Lapindo disebabkan oleh bencana alam. Secara ilmiah, keyakinan bahwa lumpur Lapindo merupakan akibat bencana alam sebenarnya juga telah ditentang oleh mayoritas pakar geologi dan pertambangan internasional. Bahkan dokumen rahasia PT Medco yang dipublikasikan oleh website Aljazeera juga dengan jelas mengungkapkan bahwa semburan lumpur di Sidoarjo berkaitan dengan aktivitas pengeboran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar